Tujuan para generasi muda mempelajari pendidikan
kewarganegaraan untuk menyadarkan kita bahwa semangat perjuangan bangsa yang
merupakan kekuatan mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa
dalam masa perjuangan fisik, sedangkan dalam menghadapi globalisasi untuk
mengisi kemerdekaan kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai dengan bidang
profesi masing2. Perjuangan ini dilandasi oleh nilai2 perjuangan bangsa
sehingga kita tetap memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan prilaku
yang cinta tanah air dan mengutamakan persatuan serta kesatuan bangsa dalam
rangka bela negara demi tetap utuh dan tegaknya NKRI.
Dengan itu kita sebagai generasi muda
diharapkan menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku
cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan, wawasan nusantara serta ketahanan
nasional dalam diri para mahasiswa sebagai calon sarjana yang sedang mengkaji
dan akan menguasai IPTEK dan seni.
Pengertian
Tentang Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan
yang dahulu dikenal dengan Pendidikan Kewiraan, adalah materi perkuliahan yang
menyangkut pemahaman tentang persatuan dan kesatuan, kesadaran warga Negara
dalam bernegara, serta pendidikan bela Negara yang tertuang dalam suatu Surat
Keputusan Dirjen Dikti No. 267/DIKTI/2000. Dalam Pendidikan Kewarganegaraan dengan sendirinya juga di kembangkan
kemampuan kepribadian dan kemampuan intelektual dalam bidang politik, hokum,
kemasyarakatan filsafat dan budaya.Materi tersebut antara lain membahas tentang
demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan social budaya, ekonomi serta
pertahanan dan keamanan. Dalam Pendidikan Kewarganegaraan materi disajikan
secara objektif dan ilmiah dan tanpa unsure doktriner.
Oleh karena itu materi Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya tidak bersifat militeristik, objektif dan ilmiah.
Oleh karena itu materi Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya tidak bersifat militeristik, objektif dan ilmiah.
Dalam UU No.
2 Tahun 1998 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 (2), dinyatakan bahwa
disetiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama dan
Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah
tentang hubungan antar warganegara dan Negara serta pendidikan Pendahuluan Bela
Negara (PPBN). Dalam pelaksanaannya selama ini , pada jenjang Pendidikan Dasar
sampai dengan Pendidikan Menengah, Pendidikan Kewarganegaraan digabung dengan
Pendidikan Pancasila menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN).
Sedangkan di Perguruan Tinggi , Pendidikan Kewarganegaraan dikenal dengan
Pendidikan Kewiraanyang lebih menekankan pada Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara
Dasar
Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan:
1.
Bahwa
pendidikan nasional yg berakar pada kebudayaan Bangsa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia
serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME,
berkualitas mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat
sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional &
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
2.
Jiwa
politik, rasa cinta tanah air, semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial,
kesadaran pd sejarah bangsa, dan sikap menghargai jasa para pahlawan di
kalangan mahasiswa hendak dipupuk melalui pendidikan kewarganegaraan.
Kompetensi
yg dihadapkan:
Pendidikan kewarganegaraan
yg berhasil akan membuahkan sikap mental yg cerdas, penuh rasa tanggung jawab
dari peserta didik.
Sikap ini disertai dgn
perilaku:
1.
Beriman
& bertakwa kepada Tuhan YME & menghayati nilai-nilai falsafah bangsa
2.
Berbudi
pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan beragama
3.
Rasional,
dinamis, dan sadar akan hak & kewajiban sebagai warga negara
4.
Bersifat
profesional, yg dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5.
Aktif
memanfaatkan ilmu pengetahuan & teknologi serta seni untuk kepentingan
kemanusiaan, bangsa, dan negara.
Selain itu diharapkan semua rakyat Indonesia
memiliki wawasan kesadaran bernegarauntuk bela negara dan memiliki pola pikir,
pola sikap dan prilaku sebagai pola tindak yg cinta tanah air berdasarkan
Pancasila, semua itu diperlukan demi tetap utuh & tegaknya NKRI. Untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku cinta tanah
air dan bersendikan kebudayaan, wawasan nusantara serta ketahanan nasional
dalam diri para mahasiswa sebagai calon sarjana yang sedang mengkaji dan akan
menguasai IPTEK dan Seni.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
1.
Tujuan Umum
Memberikan pengetahuan dan kemampuan
dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warganegara dengan negara,
hubungan antara warganegara dengan warganegara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara agar menjadi warganegara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
2.
Tujuan Khusus
Agar mahasiswa memahami dan melaksanakan
hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai
Warganegara Republik Indonesia yang terdidik dan bertanggung jawab.
Menurut Jack Donnely, hak asasi manusia adalah
hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia
memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan
hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Sementara
Meriam Budiardjo, berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki
manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di
dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa
perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat
universal.
Dasar dari
semua hak asasi ialah bahwa manusia memperoleh kesempatan berkembang sesuai
dengan harkat dan cita-citanya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Slamet
Marta Wardaya yang menyatakan bahwa hak asasi manusia yang dipahami sebagai
natural rights merupakan suatu kebutuhan dari realitas sosial yang bersifat
universal. Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam
berbagai produk hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan
menegakkan nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam
intrumen internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.
Sementara
dalam ketentuan menimbang huruf b Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia menegaskan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara
kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena
itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan,
dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Mengenai
perkembangan pemikiran hak asasi manusia, Ahli hukum Perancis, Karel Vasak
mengemukakan perjalanan hak asasi manusia dengan mengklasifikasikan hak asasi
manusia atas tiga generasi yang terinspirasi oleh tiga tema Revolusi Perancis,
yaitu : Generasi Pertama; Hak Sipil dan Politik (Liberte); Generasi Kedua, Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (Egalite) dan Generasi Ketiga, Hak Solidaritas
(Fraternite). Tiga generasi ini perlu dipahami sebagai satu kesatuan, saling
berkaitan dan saling melengkapi. Vasak menggunakan istilah “generasi” untuk
menunjuk pada substansi dan ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu
kurun waktu tertentu.
Ketiga
generasi hak asasi manusia tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Hak asasi
manusia generasi pertama, yang mencakup soal prinsip integritas manusia,
kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik. Termasuk
dalam generasi pertama ini adalah hak hidup, hak kebebasan bergerak,
perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan,
kebebasan berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan
penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari hukum yang berlaku surut dsb.
Hak-hak generasi pertama ini sering pula disebut sebagai “hak-hak negatif”
karena negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan
mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan tersebut.
2. Pada perkembangan selanjutnya yang dapat disebut
sebagai hak asasi manusia Generasi Kedua, konsepsi hak asasi manusia mencakup
pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial
dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak untuk menentukan status
politik, hak untuk menikmati ragam penemuan penemuan-penemuan ilmiah, dan
lain-lain sebagainya. Puncak perkembangan kedua ini tercapai dengan
ditandatanganinya ‘International Couvenant on Economic, Social and Cultural
Rights’ pada tahun 1966. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas
pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan,
hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak
atas lingkungan yang sehat dsb. Dalam pemenuhan hak-hak generasi kedua ini
negara dituntut bertindak lebih aktif (positif), sehingga hak-hak generasi
kedua ini disebut juga sebagai “hak-hak positif”.
3. Hak-hak generasi ketiga diwakili oleh tuntutan atas
“hak solidaritas”” atau “hak bersama”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih
negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang
adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas itu, negara-negara berkembang
menginginkan terciptanya suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang
kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut: (i) hak atas pembangunan; (ii) hak
atas perdamaian; (iii) hak atas sumber daya alam sendiri; (iv) hak atas
lingkungan hidup yang baik dan (v) dan hak atas warisan budaya sendiri.
UU Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) memuat prinsip bahwa hak asasi
manusia harus dilihat secara holistik bukan parsial sebab HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Oleh sebab
itu perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia di bidang sosial politik hanya
dapat berjalan dengan baik apabila hak yang lain di bidang ekonomi, sosial dan
budaya serta hak solidaritas juga juga dilindungi dan dipenuhi, dan begitu pula
sebaliknya. Dengan diratifikasinya konvenan Hak EKOSOB oleh Indonesia melalui
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005, kewajiban Indonesia untuk melakukan
pemenuhan dan jaminan-jaminan ekonomi, sosial dan budaya harus diwujudkan baik
melalui aturan hukum ataupun melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.
Pengertian Demokrasi
Demokrasi
adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu
pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang
membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara
yang saling lepas (independen) dan berada
dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis
lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis
lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki
kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif,
lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif
dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki
kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib
bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang
memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain
pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya
pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan
umum tidak wajib atau tidak
mesti diikuti oleh seluruh warganegara,
namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan
umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih
(mempunyai hak pilih).
Kedaulatan
rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden
atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih
luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung
tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat
memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak
kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu
pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir
lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola,
bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal
sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek
daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara.
Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada
warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak
memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno
yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM.
Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang
berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah
berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata
“demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri
dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini
disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi
menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu
negara (umumnya
berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang
diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat. Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk
diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah
(eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat
yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali
menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian
pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan
berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan
tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan
membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus
akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang
mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu
secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga
negara tersebut.
Dalam perkembangannya,
demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri
suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:
1.
Adanya
keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik,
baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
2.
Adanya
pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga
negara).
4.
Adanya
lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat
penegakan hukum
6.
Adanya
pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol
perilaku dan kebijakan pemerintah.
7.
Adanya
pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan
rakyat.
8.
Adanya
pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin
negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
9.
Adanya
pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan
sebagainya).
Prinsip demokrasi dan
prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.[15]
Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal
dengan "soko guru demokrasi".[16]
Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:[16]
2.
Pemerintahan
berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
6.
Pemilihan
yang bebas dan jujur;
8.
Proses
hukum yang wajar;